Jumat, 18 Juni 2010

SURAT DARI IBU YANG TERKOYAK HATINYA

Anaku….
Ini surat dari ibu yang tersayat hatinya. Linangan air mata bertetesan
deras menyertai tersusunnya tulisan ini. Aku lihat engkau lelaki yang
gagah lagi matang. Bacalah surat ini. Dan kau boleh merobek-robeknya
setelah itu, seperti saat engkau meremukkan kalbuku sebelumnya.
Sejak dokter mengabari tentang kehamilan, aku berbahagia. Ibu-ibu
sangat memahami makna ini dengan baik. Awal kegembiraan dan sekaligus
perubahan psikis dan fisik. Sembilan bulan aku mengandungmu. Seluruh
aktivitas aku jalani dengan susah payah karena kandunganku. Meski
begitu, tidak mengurangi kebahagiaanku. Kesengsaraan yang tiada
hentinya, bahkan kematian kulihat didepan mataku saat aku melahirkanmu.
Jeritan tangismu meneteskan air mata kegembiraan kami.
Berikutnya, aku layaknya pelayan yang tidak pernah istirahat.
Kepenatanku demi kesehatanmu. Kegelisahanku demi kebaikanmu. Harapanku
hanya ingin melihat senyum sehatmu dan permintaanmu kepada Ibu untuk
membuatkan sesuatu.
Masa remaja pun engkau masuki. Kejantananmu semakin terlihat, Aku pun
berikhtiar untuk mencarikan gadis yang akan mendampingi hidupmu.
Kemudian tibalah saat engkau menikah. Hatiku sedih atas kepergianmu,
namun aku tetap bahagia lantaran engkau menempuh hidup baru.
Seiring perjalanan waktu, aku merasa engkau bukan anakku yang dulu. Hak
diriku telah terlupakan. Sudah sekian lama aku tidak bersua, meski
melalui telepon. Ibu tidak menuntut macam-macam. Sebulan sekali,
jadikanlah ibumu ini sebagai persinggahan, meski hanya beberapa menit
saja untuk melihat anakku.
Ibu sekarang sudah sangat lemah. Punggung sudah membungkuk, gemetar
sering melecut tubuh dan berbagai penyakit tak bosan-bosan singgah
kepadaku. Ibu semakin susah melakukan gerakan.
Anakku…
Seandainya ada yang berbuat baik kepadamu, niscaya ibu akan berterima
kasih kepadanya. Sementara Ibu telah sekian lama berbuat baik kepada
dirimu. Manakah balasan dan terima kasihmu pada Ibu ? Apakah engkau
sudah kehabisan rasa kasihmu pada Ibu ? Ibu bertanya-tanya, dosa apa
yang menyebabkan dirimu enggan melihat dan mengunjungi Ibu ? Baiklah,
anggap Ibu sebagai pembantu, mana upah Ibu selama ini ?

Anakku..
Ibu hanya ingin melihatmu saja. Lain tidak. Kapan hatimu memelas dan
luluh untuk wanita tua yang sudah lemah ini dan dirundung kerinduan,
sekaligus duka dan kesedihan ? Ibu tidak tega untuk mengadukan kondisi
ini kepada Dzat yang di atas sana. Ibu juga tidak akan menularkan
kepedihan ini kepada orang lain. Sebab, ini akan menyeretmu kepada
kedurhakaan. Musibah dan hukuman pun akan menimpamu di dunia ini
sebelum di akhirat. Ibu tidak akan sampai hati melakukannya,

Anakku…
Walaupun bagaimanapun engkau masih buah hatiku, bunga kehidupan dan cahaya diriku…

Anakku…
Perjalanan tahun akan menumbuhkan uban di kepalamu. Dan balasan berasal
dari jenis amalan yang dikerjakan. Nantinya, engkau akan menulis surat
kepada keturunanmu dengan linangan air mata seperti yang Ibu alami. Di
sisi Allah, kelak akan berhimpun sekian banyak orang-orang yang
menggugat.

Anakku..
Takutlah engkau kepada Allah karena kedurhakaanmu kepada Ibu. Sekalah
air mataku, ringankanlah beban kesedihanku. Terserahlah kepadamu jika
engkau ingin merobek-robek surat ini. Ketahuilah, “Barangsiapa beramal
shalih maka itu buat dirinya sendiri. Dan orang yang berbuat jelek,
maka itu (juga) menjadi tanggungannya sendiri”.

Anakku…
Ingatlah saat engkau berada di perut ibu. Ingat pula saat persalinan
yang sangat menegangkan. Ibu merasa dalam kondisi hidup atau mati.
Darah persalinan, itulah nyawa Ibu. Ingatlah saat engkau menyusui.
Ingatlah belaian sayag dan kelelahan Ibu saat engkau sakit. Ingatlah
….. Ingatlah…. Karena itu, Allah menegaskan dengan wasiat : “Wahai,
Rabbku, sayangilah mereka berdua seperti mereka menyayangiku waktu aku
kecil”.

Anakku…
Allah berfirman: “Dan dalam kisah-kisah mereka terdapat pelajaran bagi orang-orang berakal” [Yusuf : 111]
Pandanglah masa teladan dalam Islam, masa Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam masih hidup, supaya engkau memperoleh potret bakti
anak kepada orang tua.

4 komentar:

  1. Subhanallah..
    Jd nget renungan malam ,kmrn malam pas jambore..
    Memang sdh bgt ya kalo mengingat ke 2 orangtua kt,pa gy ibu kt..
    Malu rasanya kita lum berbuat pa2 kpd mrk,tp mrk sdh berbuat lbh buat kt..
    Kadang kt slalu menghraukan perintahny ,sdngkn kt slalu meminta untk slalu menuruti prnth kt..
    Astagfirullah..
    Jd sdh kalo nget renungan kmrn..
    Mksh y kie dah ngebuat tlsn kyk gni..

    BalasHapus
  2. iyh sma2 kak...
    alhamdulillah yah klu bermanfaat...
    jd tambah semangat tuk nulis kak!!!

    BalasHapus
  3. Alhamdulillah ,kalo bikin tmbh smgt...

    Truz berusaha n tetap smgt y untk menulis kata2 yg bermanfaat n insyaallah dridhoi allah..

    Oya knp gk kud lomba ja kie,kan lumayan bs nmbh pengalaman n bs mengasah kemampuan menulis kie jd lbh baik gy ?

    BalasHapus
  4. Nice story Ukhti sungguh Ridha n kebahagian Orang Tua itu sungguh berarti bagi anaknya.Mdh2an kita jangan sampai menyakiti n bhkn mendurhakai Orangtua kita terutama ibu kita.:)

    BalasHapus

komenter blog ini yah...